KABAR TERBARU DAN TERKINI DI UHOTIMES.COM

Menakar Orientasi Perilaku Politik Pemilih

UHOTIMES.COM - Kajian perilaku politik pemilih di Indonesia semakin marak dilakukan setelah diberlakukannya sistem pemilihan langsung, baik dalam konteks nasional (pemilihan umum presiden dan wakil presiden, serta pemilihan DPRD, DPR, dan DPD) maupun dalam konteks lokal (pemilihan umum kepala daerah). Spirit pemilihan secara langsung adalah mengembalikan hak politik masyarakat di daerah untuk memilih pemimpin daerahnya tanpa adanya intervensi. Semangat demikian berimplikasi pada sulitnya menilai dan menentukan arah pemberian suara pemilih karena munculnya berbagai pola perilaku politik pemilih. Perilaku politik pemilih dalam konteks ini dimaknai sebagai keputusan politik pemilih (voters) untuk memilih atau pun tidak memilih pada suatu proses pemilihan. Artinya, memilih atau pun tidak memilih adalah sebuah pilihan politik seorang pemilih yang dijamin oleh konstitusi.


Jika demikian, lalu ke mana arah pemberian suara? Apakah pemberian suara ditentukan oleh partai politik, figur, keluarga, ataukah program kampanye? Ataukah justru cenderung pada politik transaksional? Sekelumit pertanyaan tersebut menegaskan begitu pentingnya kajian ilmiah untuk memahami perilaku politik pemilih. Spekulasi perolehan suara dengan hanya berdasarkan kalkulasi matematis semata seringkali menjerumuskan kontestan ke dalam jurang kekalahan. Karena itu, pemahaman sosial politik atas orientasi perilaku politik pemilih menjadi faktor penting untuk meraih kemenangan dalam proses pemilihan langsung, atau dengan kata lain diperlukan kalkulasi sosial politik untuk menakar orientasi perilaku politik pemilih.

Untuk mengetahui orientasi politik pemilih, maka perlu dipahami beberapa pendekatan yang lazim digunakan dalam tradisi kajian perilaku politik pemilih. Pertama, pendekatan sosiologis atau yang dikenal sebagai mazhab Colombia. Pendekatan ini menjelaskan bahwa perilaku politik pemilih dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sosial ekonomi, afiliasi etnis, tradisi keluarga, keanggotaan terhadap organisasi, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal, dan berbagai kategori kelompok sosial lainnya. Kedua, pendekatan psikologis atau yang dikenal sebagai mazhab Michigan. Pendekatan ini menggunakan dan mengembangkan konsep psikologi terutama konsep sosialisasi dan sikap untuk menjelaskan perilaku pemilih. Ketiga, pendekatan rasional. Pendekatan ini diilhami oleh analogi ekonomi, di mana secara ekonomi masyarakat bertindak secara rasional dengan menekan pengeluaran sekecil-kecilnya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Demikian pula dalam konteks politik, di mana pemberian suara pemilih didasarkan pada calon mana yang memberikan keuntungan yang lebih besar.

Berkaca pada pengalaman Pemilu dan Pemilukada secara langsung menunjukkan bahwa tipe pemilih pada dasarnya dapat diklasifikasi ke dalam tiga tipologi umum. Pertama, pemilih rasional yaitu pemilih yang mendasarkan pilihannya pada pertimbangan rasional. Perlu dicatat bahwa rasionalitas pemilih tidak dapat digeneralisasikan pada satu kategori karena setiap pemilih memiliki pertimbangan subjektif tersendiri dalam menentukan suaranya. Pemilih dengan kategori ini memiliki tiga segmen, yakni rasionalitas prospektif (rasional-kritis), rasionalitas pragmatis, dan rasionalitas retrospektif. Kedua, pemilih emosional yaitu pemilih yang dipengaruhi oleh ikatan emosional dengan calon, boleh jadi ikatan emosional dengan partai politik pengusung, ikatan emosional dengan figur, atau dengan tim kampanye. Ketiga, pemilih skeptis yaitu pemilih yang tidak memiliki orientasi politik, baik terhadap ideologi partai politik atau dengan kontestan maupun terhadap visi kebijakan yang dituangkan dalam program kampanye. Tipe pemilih yang demikian ini berpandangan bahwa siapapun yang menjadi pemenang dalam Pemilu atau Pemilukada, hasilnya sama saja, tidak ada perubahan yang signifikan bagi daerah.

Secara ilmiah, tema tentang perilaku politik pemilih telah diteliti oleh Saudari Suleha, S.Pd., M.Pd, dalam rangka penyusunan tesis dengan menjadikan Pemilukada Kabupaten Konawe sebagai fokus dan lokus kajian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemilukada Kabupaten Konawe yang digelar pada tahun 2013 lalu menggambarkan pergolakan politik lokal yang alot. Betapa tidak, hajatan untuk memilih pasangan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Konawe berlangsung dalam dua putaran. Kondisi demikian tidak terlepas dari relasi politik antara para pasangan calon dengan pemilih. Secara sosiologis, buku yang disarikan dari tesis ini menegaskan bahwa tokoh adat di Kabupaten Konawe berperan penting dalam menentukan arah perilaku politik pemilih. Dalam hal ini, pola relasi patronase menjadi pertimbangan utama pemilih dalam menentukan pilihannya kepada salah satu pasangan calon.

Sebagai penutup, diharapkan kehadiran buku ini dapat menambah khasanah kepustakaan sosial politik, khususnya kajian tentang perilaku politik pemilih dalam Pemilukada. Karena itu, kehadiran buku ini sangat relevan dijadikan referensi pembanding bagi mahasiswa, peneliti, praktisi politik, dan pemerintah dalam mengkaji varian politik lokal di beberapa daerah.

Selamat Membaca!

Sumber:http://lecture.uho.ac.id/amboupe/2016/10/10/menakar-orientasi-perilaku-politik-pemilih/
Pengantar editor: Pak Ambo Upe
BAGIKAN

UHOTIMES.COM ADALAH MEDIA ONLINE INFORMASI KAMPUS UHO Di Kelola secara independen oleh LPM UHOFISIPers Yang Berada Di Fakultas FISIP UHO! Semua Artikel Publikasikan UHOFISIPers Redaksi

UHOTIMES.COM satu-satunya Portal Online Anak Fisip UHO
    Ayo Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar

BACA JUGA BERITA YANG PALING BANYAK DI BACA DI UHOFISIPers.™