UHOTIMES.COM | Bismillahir rahmanir rahim.Allahumma Shalli ‘Ala Muhammad Wa Ali MuhammadSaat ini tak bisa dipungkiri problematika dunia pendidikan semakin bertambah.
Sehari lagi kampus kita akan mengadakan kegiatan ceremony pelulusan mahasiswa atau biasa kita kenal dengan istilah wisuda. Ada apa dengan kegiatan tersebut ?, secara umum adalah hal lumrah bagi setiap universitas-universitas untuk mengadakan pelulusan di tiap-tiap tahunnya, adalah universitas Halu Oleo yang juga termasuk bahkan hingga 4 kali pelulusan dalam tiap-tiap tahunnya.
Hal ini kemudian menjadi pertanyaandi benak kita, apakah dengan jumlah pelulusan yang tergolong “sering” ini sudahkah berbanding lurus dengan kualitas lulusan universitas ?.
Fakta bahwa hari ini mahasiswa adalah salah satu penyumbang terbanyak pengangguran dari 7,56 juta pengangguran di Indonesia, sangat-sangat mengiris hati.
Betapa tidak, para mahasiswa ini bersusah-susah untuk kuliah kurang lebih 4 tahun hanya untuk menjadi pengangguran terdidik. Pertanyaan besar untuk kampus kita adalah mengapa diadakan kegiatan pelulusan hingga 4 kali, dengan rata-rata lulusan adalah kurang dari 4 tahun menempuh pendidikan ? apakah dengan hanya 3,5 tahun kuliah, dengan banyaknya SKS yang ditawarkan, bisa menjamin bahwa lulusan akan berkualitas baik ?Kampus adalah tempat dimana intelektual mahasiswaditempa agar setelah selesai dapat memiliki lifeskill yang mumpuni, pengetahuan dan juga wawasan yang luas.
Akantetapi fakta menunjukkan dengan sangat jelas bahwa di kampus hari ini mahasiswa hanya “digiring” untuk mengikuti perkuliahan semata. Dengan Tenaga Pendidik yang tak semuanya mumpuni, mengikuti 80 persen perkuliahan adalah mustahil bagi mahasiswa untuk mendapatkan pengetahuan yang baik apalagi lifeskill. Apa yang bisakita harapkan dari system pendidikan kampus yang tak lebih seperti MIKROLET yang terus melaju kencang mengejar setoran ( melakukanpelulusan dengan kuota banyak + 4x pelulusan, menerima mahasiswa baru dengan kuota banyak, membuka jurusan – jurusan baru tanpa mempedulikan “sarana dan prasarana belajar”) ?Setiap orang tua mahasiswa adalah berharap besar agar ketika anaknya menyelesaikanperkuliahan dapat segera mendapatkan pekerjaan (minimal dapat berwirausaha),dengan cara pandang mayoritas orang tua mahasiswa yang mengira bahwa menjadi sarjana dan mendapatkan pekerjaan adalah sangat mudah itu, semakin membuat konsep pendidikan kita hari ini semakin kabur.
Hal ini selalu dijadikan dalih bagi pihak kampus untuk mendoktrin mahasiswa agar menyegerakan wisuda, demi menyenangkan orang tua (minimal tidak menyusahkan).
Konsep ini sewajarnya bisa diterima jika memang persaingan Dunia Kerja adalahsesederhana itu. Akan tetapi hal ini hanyalah angan-angan semata, pekerjaan / kesuksesan itu tak semudah kata dosen-dosen dalam menyuruh kita agar menyegerakan wisuda.Sejatinya, tujuan pendidikan adalah bukan semata agar memperoleh kehidupan yang layak, akan tetapi agar kita menjadi manusia layaknya manusia.
Namun tak bisa dipungkiri bahwa pekerjaan adalah hal mutlak bagi seorang sarjana ketika ia telahmenyelesaikan pendidikannya. Memperoleh pekerjaan adalah bukan hal mudah di zaman yang serba instan ini, seorang sarjana dituntut untuk memiliki lifeskill mumpuni agar dapat bersaing di dunia kerja.
Dengan system pendidikan KEBUT-KEBUTAN layaknya MIKROLET ini, apa yang bisa kita harapkan dari kampus hari ini ?Sudah semestinya universitas melakukan perombakan di berbagai sector. Wisuda cepatbukan sebuah masalah manakala diimbangi dengan kualitas pendidikan dan hasil yang baik (ilmu dan lifeskill yang mumpuni). Para tenaga pengajar harus segera berbenah, kualitas dosen harus meningkat, cara mengajar harus bagus dan memberi ruang bagi mahasiswa untuk berfikir kritisdan kreatif.
Dosen-dosen yangmasih menggunakan metode kuno, dan mengekang kebebasan mahasiswa untuk berkembang adalah tidak layak mendapatkan tempat di universitas. Dengan diberlakukannya masyarakat ekonomi asean (MEA), sudah sewajarnya para tenaga pengajar ini berkaca diri.
Mahasiswa adalah agen multitalenta yang sudah seharusnya memiliki keunggulan bersaing secara intelektual maupun keterampilan. Ketika kembali di masyarakat maka seorang mahasiswa dituntut untuk mengetahui dan memiliki solusi atas persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat.
Oleh karenanya sudah saatnya bagi mahasiswa untuk mengubah mindset dalam beraktivitas. Bukan saatnya lagi seorang mahasiswa menjadi kerbau yang dicocok hidungnya oleh dosen, bukan saatnya lagi mahasiswa mengejar nilai IPK semata, bukan saatnya lagi mahasiswa mengejar predikat “lulusan tercepat” , IPK bukanlah tolak ukur berkualitasnya seorang mahasiswa atau tidak. Coba tanya para ‘lulusan terbaik dantercepat ?” ilmu apa yang sudah dikuasainya ? keterampilan apa yang sudah dimilikinya ? .
sudah saatnya bagi mahasiswa untuk berfikir lagi untuk bagaimana meningkatkan keilmuan dan keterampilan daripada mengejar nilai IPK semata.Untuk Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), semoga dengan terpilihnya Dekan baru dapat memberi cara pandang baru juga perubahan system yang lebih baik lagi. Untuk kampus kita Universitas Halu Oleo, beberapa bulan lagi akan diadakan pemilihan Rektor, semoga ada pemimpin yang mampu melihat problematika-problematika dunia kampus hari ini dan tentu saja menyelesaikannya. Kampus kita hari ini bukanlah tidak baik, hanya kurang efektif.
Penulis : Sharlin
0 komentar:
Posting Komentar